FILSAFAT MA'RUFISME ( Kiat Mencari Nilai Tambah Pahala di Bulan Puasa)
Titik jarak beda paling ekstrim antara eksistensi manusia dengan makhluk lain, terletak pada dimensi potensi akal pikirnya. Untuk itu, mengalir kepadanya aneka variasi julukan . Dipotret dari daya kritisnya, dia dijuluki "hewan berpikir", dibidik dari watak kebersamaannya, dia disebut " makhluk sosial", dilacak dari dinamika kreativitasnya, dia disebut "makhluk berbudaya" dan seterusnya.
Dari akumulasi julukan di atas, selanjutnya mengejawantah pada ekspresi pola tindak value-nya. Maka lahirlah terminologi "Humanisme" dan ''Humanistik". "Humanisme", adalah sebutan spesifik yang menempatkan posisi manusia pada zona kemanusiaan yang sebenarnya. Sementara "Humanistik" adalah suatu teori dalam aliran psikologi yang menganggap manusia sebagai makhluk unik yang "mencari makna".
Tegas dan jelasnya, manusia adalah makhluk yang diberi kebebasan oleh Allah untuk mencari "makna" sebagai basis "kebenaran" dan sekaligus pula sebagai cermin dari fitrah kemanusiaannya.
Berkait dengan kontruksi narasi di atas, Rasul saw. menyampaikan satu pernyataan di depan para sahabat, yang sempat direkam oleh memori sahabat Jabir -radiyallahu 'anh-dan dicatat oleh al-Bukhari dalam bukunya "al-Jaami'u al-Shahih" , yang berbunyi : "Kullu Ma'ruufin Shadaqatun" ( Setiap kebaikan itu, adalah sedekah).
"Ma'ruf", adalah "sesuatu" yang keberadaannya sudah dikenal. Yakni sebuah value yang versi tilikan fitriyah ( akal pikiran) pasti baik dan benar, sesuai dengan fakta dan realita. Dan tentunya, secara natural ia terakselerasi pada tataran riil operasionalisasi perikehidupan keseharian. Yang dengan karenanya, ia berlangsung tertib, prosedural, aman serta nyaman. Andai manusia tidak memiliki ma'ruf, maka dipastikan menjadi kacau.
Secara spesifik, batasan ma'ruf, tidak dirinci juntrungnya. Yang jelas secara universal, kita dituntut untuk berbuat baik dalam segala momen, apapun teknik, bentuk serta wujudnya, terserah. Akal pikiranlah yang nanti akan bertindak sebagai Asesornya.
Setiap ekspresi tindakan ma'ruf, dinilai sebagai "sedekah". Yakni sebuah kebenaran yang dengannya pihak lain yang menerimanya merasa senang dan bahkan disenangkan. Perhatikan hadis Rasul saw. berikut ini, dari Abi Dza-radiyallahu 'anh-, ( yang artinya), " Sekali-sekali Anda jangan pernah merendahkan kebaikan sekecil apapun ia, walau hanya sekilas senyuman yang manis". Seulas senyuman ikhlas, dijamin indah dan di hati pasti membekas.
Ternyata, merogoh pahala, tidak hanya dari kantong ritual wajib semata yang prosedural ( seperti shalat, zakat, puasa dan yang lainnya ), melainkan dari non prosedural yang paling gampang dan praktis ( seperti sampel seulas senyuman ikhlas di atas ). Silakan refleksikan dengan sampel berikutnya, stoknya masih menumpuk di gudang hati Anda !
Terlebih di bulan suci Ramadhan ini yang menjadi area pasar bebas untuk menjajakan "aneka amal kebaikan" dengan jaminan pasti, adalah pahala yang menggiurkan. Jangan terjebak pada sedekah materi semata yang kadang sulit dan prosedural. Sekali lagi , spesial pada bulan suci Ramadhan ini, pilihan sikap dan aktualisasi ma'ruf harus dijadikan anutan paradigmatis. Untuk itu, mari realitaskan filsafat "Ma'rufisme", sebagi ikhtiar mencari nilai tambah pahala. Adapun teknisnya ( sekali lagi), bebas terserah Anda !
Wallahu A'lam bi al-Shawab!
By-Drs. H. Saepullah S, M.Ag
0 comments:
Posting Komentar