“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.’’ (QS. 2:183)
Penyakit kronis yang telah berakar di masyarakat Indonesia yang menggerogoti kesehatan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah korupsi. Korupsi ini kejahatan yang mudah dijumpai di tengah masyarakat Indonesia mulai dari posisi yang paling tinggi sampai yang paling rendah. Sulitnya mencari tempat di Indonesia yang bebas korupsi sama sulitnya dengan mencari tempat yang bebas dari debu.
Praktik korupsi yang terbaru yaitu korupsi tataniaga komoditas timah yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara sebesar 271 trilyun rupiah. Mengalahkan korupsi BLBI dengan kerugian negara sebesar 138,44 trilyun rupiah, korupsi penyerobotan lahan negara untuk kelapa sawit dengan kerugian negara sebesar 104,1 trilyun rupiah, korupsi pengelolaan kondensat ilegal di kilang minyak di Tuban dengan kerugian negara sebesar 35 trilyun, korupsi pengelolaan dana pensiun di PT Asabri dengan kerugian negara sebesar 22,78 trilyun, dan korupsi PT Jiwasraya dengan kerugian negara sebesar 16,8 trilyun.
Kerugian keuangan negara yang disebabkan kejahatan korupsi ini sangat fantastis besarnya serta dampak yang ditimbulkannya juga sangat dahsyat daya hancurnya terhadap kesejahteraan masyarakat. Kejahatan yang sangat extraordinary melebihi kejahatan lainnya walaupun disikapi biasa saja oleh masyarakat mungkin karena biasa mendengar dan menyaksikannya atau malah biasa melakukannya. Sehingga pencegahan dan pemberantasannya pun seharusnya lebih extraordinary lagi. Jika ingin negeri ini bebas korupsi maka pemberantasan korupsinya tidak boleh basa-basi dan setengah hati. Supaya negeri ini bebas korupsi maka negeri ini mesti dipimpin oleh orang yang bersih, jujur, cerdas, dan berani.
Di dalam syariat Islam sejatinya tersedia hukuman yang bisa membuat koruptor dan yang berniat korupsi jera. Yaitu hukuman mati atau minimal hukuman potong tangan. Selain itu secara bersamaan menerapkan hukum pendekatan pendidikan moral Islam seperti shalat dan ibadah puasa. Kalau saja para pelaku korupsi ini beragama Islam, tapi sayangnya koruptor kelas paus itu kebanyakan bukan beragama Islam dan bukan keturunan Arab, bisa bebas dari jeratan praktik korupsi serta akan selamat dunia dan akhirat kalau mau menjalankan ibadah puasa dengan baik dan benar sesuai tuntutan Rasulullah.
Ibadah puasa itu mendidik jiwa manusia dengan cara melatih mengendalikan hawa nafsunya, sehingga saat hawa nafsu dapat dikendalikan maka jiwanya menjadi qana'ah, zuhud dan wara. Jadi yang dimaksud dengan ibadah puasa melindungi koruptor ini artinya melindungi jiwa koruptor dari sifat rakus sebagai penyebab terjadinya tindak korupsi dengan menghiasi jiwa dengan sifat qana'ah, zuhud dan wara. Obat penawar dari sifat rakus itu sifat qana'ah, zuhud dan wara. Dimana sifat qana'ah, zuhud dan wara ini ditanamkan dalam jiwa melalui ibadah puasa.
Orang yang menjalankan ibadah puasa sedang dilatih bersikap qana'ah, zuhud dan wara. Ketika berpuasa orang merasa cukup dengan makan sebanyak dua kali sehari padahal pada saat tidak puasa makannya minimal tiga kali sehari. Atau saat berbuka berpuasa menyiapkan banyak menu untuk disantap tetapi karena daya tampung perut terbatas akhirnya menu yang tersedia tidak semuanya dimakan disesuaikan dengan daya tampung perut. Di sinilah sifat qana'ah sedang ditanamkan dalam jiwa orang yang sedang berpuasa.
Bukan hanya sifat qana'ah saja yang sedang ditanamkan dalam jiwa orang yang sedang berpuasa, tetapi juga sifat zuhud dan wara. Orang yang berpuasa karena mentaati perintah Allah untuk tidak makan dan minum serta berhubungan suami istri sejak azan subuh sampai azan maghrib, maka makan dan minum serta berhubungan suami istri saat sedang berpuasa ditinggalkan sekalipun makanan, minuman dan pasangan hidupnya itu sesuatu yang halal baginya.
Jadi walaupun sesuatu itu halal tetapi jika tidak memberikan manfaat di akhirat apalagi mendatangkan mudarat di akhirat akan ditinggalkan. Ini makna zuhud dan wara yang paling baik. Orang yang berpuasa juga meninggalkan sesuatu yang pada bulan lain boleh dilakukan dimana hal itu dilakukan karena mengharapkan meraih ridho Allah sekalipun untuk itu harus mengorbankan kesenangan jiwa.
Takut terhadap segala sesuatu yang membuat menderita di dunia dan akhirat ini salah satu nilai dari takwa. Takwa inilah yang menjadi tujuan utama dari ibadah puasa lihat QS. 2:183. Oleh karena itu orang yang bertakwa akan qana'ah, zuhud dan wara. Ketika orang menjadikan kenikmatan akhirat sebagai tujuan utama hidupnya maka untuk mendapatkan kenikmatan akhirat itu tidak ragu mengorbankan kenikmatan dunia. Sebaliknya jika takwa itu tidak ada dalam jiwa, maka kenikmatan dunia sebagai tujuan utama hidupnya dimana untuk meraihnya tidak ragu mengorbankan kenikmatan akhirat dengan melanggar perintah dan larangan Allah.
Orang yang jiwanya dihiasi sifat qana'ah, zuhud dan wara, akan menjauhi dan meninggalkan semua perbuatan yang dapat membuat hidupnya di akhirat celaka. Jangankan melakukan korupsi uang trilyunan rupiah, korupsi waktu berpuasa semenit saja tidak berani dilakukannya. Lihat saja orang yang berpuasa padahal bisa saja bahkan sangat mudah untuk mengkorupsi atau mengurangi waktu berpuasa dengan mempercepat waktu berbuka puasanya. Tetapi itu tidak dilakukan walaupun hanya semenit mempercepat waktu berbuka puasanya.
Sangat jelas bahwa ibadah puasa bisa melindungi orang dari praktik korupsi. Maka ibadah puasa yang dijalankan dengan baik dan benar sesuai tuntutan Rasulullah dapat melindungi orang dari melakukan praktik korupsi. Dengan begitu jika para koruptor melakukan ibadah puasa dengan baik dan benar sesuai tuntutan Rasulullah maka ibadah puasanya dapat melindungi mereka dari melakukan korupsi.
Kenapa ibadah puasa dapat mencegah berbuat korupsi sekalipun hanya korupsi waktu semenit. Jawabannya karena ibadah puasa itu untuk Allah. Ibadah puasa untuk Allah ini bisa diartikan bahwa Allah akan membalas sesuai dengan kehendak-Nya sehingga orang bersemangat menjalankan puasa sekalipun berat menjalankannya dengan meninggalkan semua perbuatan yang membatalkan dan mengurangi nilai ibadah puasa termasuk mengurangi atau mengkorupsi waktu berpuasa sekalipun hanya semenit dengan harapan mendapatkan pahala dengan jumlah yang tidak terbatas sesuai yang dikehendaki Allah.
Ibadah puasa untuk Allah bisa diartikan bahwa ibadah puasa itu hanya Allah yang mengetahuinya sehingga orang yang melakukan ibadah puasa benar-benar karena Allah, berbeda dengan ibadah lain yang saat mengerjakannya diketahui orang lain sehingga niatnya bisa karena selain Allah. Karena niatnya mencari ridho dan pahala Allah maka saat menjalankan ibadah puasa sekalipun tidak diketahui orang lain akan menghindari semua perbuatan yang bisa membatalkan dan mengurangi nilai ibadah puasanya yang menyebabkan tidak meraih ridho dan pahala Allah. Nilai dan semangat ibadah puasa yang seperti ini sesuai dengan bunyi hadits:
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu’alai wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari Muslim)
By - Dr. Muhamad Afif, M.A
0 comments:
Posting Komentar