Operasi budaya kaum jahili yang menyasar nyaris ke setiap sudut lekuk hidup dan kehidupan, seakan menjadi barometer untuk mengukur tingkat klaim kebenaran semu. Oleh karena itu, tidaklah asing bagi mereka andai aksi kemaksiatan, seperti perzinaan, perjudian, meneguk minuman keras dan sederet tradisi negatif lainnya, lazimnya sebuah konsumsi rutin yang lezat serta bergizi.
Maka ketika Islam datang hendak memberi pencerahan, mendapat serangan rudal penolakan yang sangat dahsyat dari mereka-terutama "para pentolan aktor utamanya" (kafirin Quraisy)-. Rudal penolakan tersebut, tidak hanya menghantam area mental, tapi juga area fisik. Islam dianggap oleh mereka, sebagai Agama kuno, ortodoks, kuper, aneh dan sekaligus nyeleneh karena alergi terhadap gebyar hedonistik yang gaul, ngetren serta modern.
Juntrung mentalitas jahili tersebut, akan kembali manggung di atas pentas rentetan acara launching stigmatisasi terhadap ajaran Islam. Siapa sesungguhnya oknum biang kerok yang rajin dan getol meluncurkan anak panah stigmatisasi tersebut? Tidak perlu diinvestigasi, pastikan saja, siapa lagi kalau bukan para agen "islamphobia" (baca : Yahudi dan Nasrani, berikut para koleganya). "Muhammad, kubu Yahudi dan Nasrani, tidak akan pernah rela kepadamu, sebelum kamu mengikuti agama mereka", ( al-Baqarah : 120 ). Tegasnya, mereka tidak akan pernah membiarkan agama Islam tampil sebagai imam, melainkan selamanya harus menjadi makmum di bawah kendali mereka.
Di luar konteks Yahudi, Nasrani berikut para koleganya, apakah ada serpihan anasir angin stigmatisasi yang dihembuskan oleh kalangan intern sendiri? Secara vulgar dan norak sesungguhnya tidak ada. Namun melalui gagasan, konsep serta pemikiran, memang tidak bisa dipungkiri adanya. Faktanya, masih ditemukan dari sementara pihak yang berupaya untuk menggagas dan menawarkan paham sekuler dan liberal, dengan mendengungkan jargon "anti radikal dan tabu ekstrim". Lepas dari bantahan jurus apapun, yang jelas itu sesungguhnya adalah bentuk lain dari ikhtiar terselubung untuk mepereteli taring elan vital "Ghirah Islamiah", supaya ia menjadi bias serta statis.
Islam sejak lahir sudah mengusung visi dan misi moderat, demokratis, anti radikalisme dan ekstrimisme. Tidak perlu dicurigai, apalagi dikhawatirkan. Kalaupun memang ada, itu hanya setitik riak dari ulah oknum tertentu dalam luasnya samudera ajaran Islam yang mengibarkan panji rahmatan lil 'alamin.
Gelombang tantangan yang mengguncang sampan perjuangan, adalah hal yang lumrah dan logis adanya.Terlebih ketika kita tengah merawat, menjaga dan mengamalkan ajaran Islam, bisa jadi lebih hebat lagi. Namun jangan pernah khawatir, apalagi takut. Justru jadikanlah ia sebagai peluang untuk mengangkat harkat, derajat dan martabat Islam, bahkan diri kita sendiri.
Mempertahankan benteng pertaruhan militansitas ketika Islam distigmatisasi dari berbagai sisi, adalah sebuah pilihan paling tepat dan ideal. Dalam statement yurisprudensi serta yurisdiksinya ( hadits), riwayat Imam Muslim, dari Abi Hurairah RA. Rasul saw. bersabda : "Islam pertama kali datang dianggap sebagai agama aneh. Dan di kemudian hari, ia pun akan diperlakukan serupa. Maka, berbahagialah bagi Al-Ghuraba ".
Siapa mereka itu ( Al-Ghuraba) ? Mereka adalah sebuah komunitas yang dalam situasi apapun, siap untuk memilih sikap konsekuen, komitmen dan konsisten dalam mempertahankan serta mengamalkan ajaran Islam, walau ongkosnya mesti bersedia disemati julukan "orang-orang aneh".
Di tengah tabuhan genderang politik yang demikian gaduh di satu pihak, dan tuntutan untuk sebuah keberuntungan serta kebahagiaan di pihak lain; maka perlu dihadirkan sebuah solusi alternatif yang tepat dan terukur. Wujud konkretnya : MASUKLAH ANGGOTA KOMUNITAS AL-GHURABA .
والله أعلم بالصواب.
By-Drs. H. Saepullah S, M.Ag
0 comments:
Posting Komentar