Satu, dari sederet panjang fakta yang berbicara tentang keunggulan yang dimiliki doktrin Islam, yakni ia tidak bersikap a priori, panatik dan diskriminatif terhadap nilai kebenaran. Dari siapapun ia datangnya, pasti diapresiatif dan bahkan diterima. Model konkretnya, ketika sahabat Abu Hurairah diijazahi oleh Syetan tentang khasiat membaca Ayat Kursi menjelang tidur, selanjutnya ia melapor kepada Rasul saw. oleh beliau tidak ditolak ( Hadits Riwayat al-Bukhari, dari Abi Hurairah). Maka logis adanya ketika ada sebuah pernyataan (kata mutiara), yang berbunyi : Unzhur Ilaa Maa Qaala Wala Tanzhur Ilaa Man Qaala, ( "Simak apa yang dia katakan, bukan melihat siapa yang mengatakan"). Mengingat, yang memiliki otoritas mutlak untuk memastikan sebuah kebenaran yang hakiki adalah Allah ( Ali Imran : 60).
Berkait dengan alur narasi di atas, ada sebuah kata bijak yang diungkapkan oleh Dante Alighieri. Siapakah dia ? Dia adalah seorang penyair berkebangsaan Italia ternama dan termasyhur pada eranya ( 1265-1321). Ungkapan tersebut berbunyi :
"The darkest places in hell are reserved for those who maintain their neutrality in times of moral crisis", ( Tempat paling gelap di neraka disediakan bagi mereka yang tetap netral di saat krisis moral)".
Ungkapan dia di atas, andai dibedah dengan pisau renungan yang tajam, sungguh sarat dengan dimensi nilai tausiyah yang sangat berharga. Bahwa, di ruang hatinya tersaji sebuah anutan militansitas tentang "keagungan nilai moral". Moral adalah benteng paling kokoh dan angkuh untuk membendung segala terjangan badai kebatilan, kenaifan serta kenistaan akal budi. Dia adalah harga mati yang tidak bisa ditawar dan dinegosiasikan dengan rayuan hedonisme apapun. Untuk itu, kita mesti tegas ( zacklek ) menyatakan keberpihakan terhadap moral. Maka, manakala terjadi degradasi moral di masyarakat, sementara kita masih bersikap netral: no comment dan membiarkan dia merajalela, apa kata Dante? Kita akan mendapatkan tempat paling gelap di Neraka (The darkest places in hell). Apakah memang Dante percaya adanya Neraka?
Tegasnya, ia ( moral) adalah postur lain dari sebuah nilai kebenaran. Konsekuensi risikonya andai bersikap "cuek bebek" terhadap kebatilan ( pelanggaran moral), apa kata 'Ali-, Karramallahu Wajhah-?
حين سكت أهل الحق عن الباطل ، توهم أهل الباطل أنهم على حق .
"Manakala pemangku kebenaran bersikap apatis terhadap kebatilan, maka para pelaku kebatilan beranggapan, bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah kebenaran ".
Adalah sebuah kemestian, kita bersikap kritis, evaluatif dan "amrun bil ma'ruf nahyun 'anil munkar", terhadap semua realitas yang terbangun di masyarakat, jika nyata-nyata bergeser dari garis kebenaran ( moral) yang semestinya; baik di jalur ekonomi, sosial, terlebih di jalur politik-seperti sekrang ini yang nyaris sarat pelanggaran moral-, dengan berbagai model dan variasinya-. Mengingat, berpolitik sesungguhnya adalah perang tanpa darah. Sedang tujuan perang tidak lain adalah untuk menang. Maka demi menang, apapun caranya pasti dilakukan. Sampai di sini, tampaknya adalah pas apa yang dikatakan Jokowi dalam pariwaranya, " PSI menang, pasti menang".
والله أعلم بالصواب.
By-Drs. H. Saepullah S, M.Ag
0 comments:
Posting Komentar