Atas keunggulan akal budinya, manusia diposisikan oleh Allah pada anak tangga paling atas (mulia) dibanding makhluk yang lain : Walaqad Karramnaa Banii Aadama ( Al-Isra' : 77).
Namun demikian, pada takaran dan kadar tertentu, ia pun meluncur bebas hingga nyangkut di area degradasi dirinya ( pada urutan juru kunci yang paling rendah) : Tsumma Radadnaahu Asfala Safilinn ( al-Tin : 5).
Dari sekian kepungan faktor yang melingkar dirinya, tersebab karena dia tidak bisa mengelola dan mengontrol emosi ( amarah). Yakni setiap ketika menghadapi dan dihadapkan kepada satu persoalan, jawaban yang setia meluncur darinya adalah sikap opensif dan apologetik yang ngawur dan liar : tidak tertib dan terukur ( merasa benar dan ingin menang sendiri).
Tegas dan singkatnya "cepat marah". Marah tidak lain adalah reaksi nafsu negatif yang bisa membuat dirinya menjadi terhina dan orang lain terluka. Untuk itu, adalah Rasul saw. beliau sering mengingatkan (menasihati ) agar kita sekali-sekali jangan memelihara dan melestarikan sifat "marah", usir dan singkirkan dia jauh-jauh. Diungkapkan dalam haditsnya riwayat al-Bukhari dari Abi Hurairah :
أَنَّ رَجُلًا قَالَ للنَّبِيِّ ﷺ: أَوْصِني، قَالَ: لا تَغْضَبْ، فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ: لا تَغْضَبْ .
Sungguh, ada seseorang datang kepada Nabi saw. seraya berkata, " berilah aku wasiat ( nasihat)". Beliau berkata, " Jangan marah" . Hal itu diulang-ulang beliau hingga berkali-kali, "Jangan marah".
Konsekuensi kemestian dari berjuluk makhluk sosial, dalam banyak segmen kita mesti membangun jalinan informasi, komunikasi dan berkolaborasi dengan sesama. Mengingat banyak agenda persoalan yang mesti kita hadapi, disamping kita terbentur dengan dimensi kemampuan yang terbatas.
Namun karena tersebab berperangi negatif ( pemarah), akhirnya yang tersaji dan terbangun bukannya jalinan iklim sosial yang sejuk , akrab dan damai ; malah justru kegaduhan : mereka berlarian dan menjauh dari arah kita. Allah berfirman ( Ali Imran : 159) : "Andai kamu bersikap keras dan berhati batu, maka orang di sekitar kamu akan berlarian".
Terlebih andai sifat pemarah tersebut, dipelihara dan dikelola oleh seorang pemimpin, amat sangat berbahaya. Untuk itu, dia ( seorang pemimpin) dituntut untuk bersikap sabar, tabah dan bijak. Sebab di depan, di belakang ( tegasnya) di segala sisi adalah deretan rakyat yang berdiri tegak memantau, melihat dan menilai keteladanan Anda.
والله أعلم بالصواب.
By-Drs. H. Saepullah S, M.Ag
0 comments:
Posting Komentar