TITIK BEDA ANTARA ORANG BODOH DAN ORANG PINTAR ( Menyimak Satire Michel Legrand ).
Dinamika marwah ilmu, berikut efek manfaat yang diangkutnya, bukan terletak dari siapa ia datang; melainkan dari hakikat Ilmu itu sendiri. Karena Ilmu memiliki lintas peran, tidak terpasung oleh dimensi hijab apapun juntrungnya. Untuk itu, tepat andai Ali Ibn Abi Thalib mengatakan :
" انظر الى ما قال ولا تنظر إلى من قال"
"Simak apa yang dikatakan, bukan melihat siapa yang mengatakan".
Ketika sahabat Abu Hurairah diberi tahu oleh Syetan ihwal khasiat membaca "Ayat Kursi" pra tidur, lalu melapor kepada Rasul saw., oleh beliau tidak dilarang, ( قصة ابى هريرة مع الشيطان رواه البخارى).
Hanya saja masih tersisa sekat miniatur "negative sentence" yang dianut sementara pihak, dengan jurus pertanyaan, "dari mana dan pendapat siapa itu?" Tidak salah juga sesungguhnya, kalau sebatas alasan demi prinsip selektif atau kehati-hatian. Yang berabe kalau super kevo dan ngeyel, lalu berujung panatik. Akhirnya, ilmu disortir berdasarkan identifikasi sumber asal produknya. Lebih konkretnya Ikuti alur deskriptif di bawah ini.
Bukan seorang muslim ( secara ekstrim sebut saja "unbeliever"), hanya saja ia memiliki malakah seni yang cukup mentereng. Hingga menjadi seorang komposer, arranger, pengaransemen, konduktor musik dan pianis Jazz. Siapa dia? Itulah Michel Legrand seorang berkebangsaan Prancis (24 Februari 1932-26 Januari 2019).
Lepas dari identitas keyakinan, serta sosok seniman dengan segala atribut karya dan prestasi yang telah ia ukir, ada sebuah kata bijak yang meluncur dari lisannya, setidaknya versi penulis yang awam, ia sangat ekuivalen dengan semangat doktrin Islam, lebih spesial dalam konteks urgensitas perburuan Ilmu ( طلب العلم ). Apa yang dia katakan?
"The more I live, the more I learn. The more I learn, the more I realize, the less I know. (Semakin aku hidup, semakin banyak aku belajar. Semakin aku banyak belajar, semakin aku sadar, bahwa aku tidak tahu apa-apa).
Semangat yang kita kontruksi untuk sebuah gapaian hidup bermartabat, mesti diawali dari rasa, bahwa diri ini seolah hampa value, apalagi memiliki kearifan dalam segala hal. Hingga akhirnya, dian penasaran pun menjadi membara dan memuncak, ingin segera membakar ilalang kebodohan dan kedunguan ini; supaya jadi horizon yang bisa membuka jendela dunia.
Di balik pernyataannya itu, sesungguhnya Legrand, tengah menyuguhkan "majaz ironi atau satire" bahwa, yang disebut orang pintar itu, sesungguhnya adalah yang merasa dirinya serba tidak tahu alias bodoh. Karena sadar serta menyadari, bahwa dirinya bodoh, ia terus dan terus memanfaatkan kesempatannya untuk memburu ilmu di mana dan dari siapapun ia berada dan meluncur. Akhirnya menjadi anutan yang lengket melekat, bahwa hidup ini tidak lain adalah realitas dari sebuah proses belajar dan pembelajaran yang tidak pernah tuntas, ( long life education).
Sebaliknya, orang bodoh itu adalah yang merasa dirinya pintar dan berkecukupan dengan ilmu. Akhirnya, malas belajar. Tegasnya, merasa puas dan bangga dengan "baju trendynya yang bermotif akademis" tapi lupa dan abai terhadap tuntutan konsekuensi yang tersimpan di balik bajunya itu.
Efek naifnya, kadang teledor serta gegabah ketika meluncurkan satelit retorika keilmuan, padahal hampa dari syarat dan rukun epistemologi yang semestinya. Yang terbangun dan diagungkan, ternyata hanya sebatas paradigma asumtif belaka.
Lebih baik, cari aman saja, serta sekaligus demi "ketawaduan" (low profile), daripada harus pamer bombastis, simak kata bijak dari para cendikia muslim yang piawai berikut ini :
وقال علي رضي الله عنه: ولا يستحي من يعلم إذا سئل عما لا يعلم أن يقول الله أعلم. وقال مالك: من فقه العالم أن يقول لا أعلم. وقال الشعبي: لا أدري نصف العلم.
Tidak perlu gengsi, apalagi malu, kalau memang tidak tahu katakan saja sejujurnya والله أعلم ( Allah-lah yang Maha Tahu). Begitu ujar Ali-Radhiyallahu 'Anh-. Diperkuat oleh pernyataan Iman Malik, indikasi bahwa seseorang laik dijust menguasai ilmu, ( ketika diminta pendapat), ia selalu berkata, " Maaf aku tidak tahu". Lebih jelas lagi versi Syi'bi, orang yang selalu mengatakan, " Aku tidak tahu", itu sesungguhnya adalah sebagian ilmu.
Tunggu dulu jangan tergesa-gesa, mau ke mana? Andai muncul pertanyaan, "Bukankah pilihan sikap yang dikampanyekan mereka ( Ali, Malik dan Syi'bi ), itu termasuk kategori menyembunyikan ilmu, yang berisiko konsekuensi "terkutuk" ? ( من كتم العلم فهو ملعون ).
Tidak sama sekali, tidak menyembunyikan ilmu. Mereka, sesungguhnya tahu, lebih bahkan paling tahu ( العالم العلامة ). Hanya saja satu hal yang dipantang dan ditabukan oleh mereka, adalah " SOK TAHU", (KNOW-IT-ALL). Padahal sesungguhnya dia itu adalah :
رجل لا يدري أنه لا يدري فذلك جاهل.
Wallahu A'lam bi al-Shawab.
By-Drs. H. Saepullah S, M.Ag
0 comments:
Posting Komentar