PESAN SIMBOLISASI DI BALIK MENCUKUR/MENGGUNTING RAMBUT PASCA UMRAH/HAJI
Di kantung otak manusia menempel ide dan gagasan. Salah satu dari keduanya, ada yang dilempar ke luar secara langsung dan ada pula secara tidak langsung. Dan yang terakhir ini, disalurkan melalui instrumen "simbolisasi'. Versi makna akrab, simbolisasi adalah penyodoran identitas (simbol) tertentu yang sarat dengan nuansa pesan tertentu pula. Sementara maknanya secara definitif, dikemukakan Langer, ( 1958 : 89), ia (simbolisasi) adalah sebuah proses yang memuat suatu titik tolak dan suatu sasaran tertentu.
Apapun sebutan atau teori yang dibangun manusia dengan segala variasi motifnya, pada final muaranya berhenti di tepian hakikat otoritas kuasa Allah ( واليه ترجع الأمور). Maka andai term "simbolisasi" disinggungkan dengan dialektika teologis, tongkrongan konklusinya tidak lain adalah sebuah trik yang digelar oleh diri-Nya, supaya manusia cerdas membaca pesan subtansi di balik simbolisasi tersebut. Oleh karena itu, ketika diolok-olok oleh sementara geng kafir, kenapa mesti membikin perumpamaan ( simbolisasi ) dengan seekor nyamuk segala, Dia menjawab," Sungguh Allah tidak merasa malu membuat sebuah misal ( simbolisasi ) dengan seekor nyamuk, bahkan lebih dari itu sekalipun", ( Al-Baqarah : 26).
Dicukur atau menggunting rambut bisa jadi masuk ke ruang "tersier", ia hanya sekedar penutup kebutuhan estetis, atau kebersihan semata. Itu sudah kasus natural, yang lumrah. Jangankan manusia, bahkan binatang ( tertentu) sekalipun perlu dicukuri.
Manakala kasus tersebut ( potong atau gunting rambut : ( الحلق أو التقصير ) dipepet ke area teologis hingga menjadi konsep Tuhan, itu sudah bentuk kemestian yang tidak perlu diperdebatkan ( debatable ). Tidak ada ruang tawar, kecual wajib diterima. Oleh karena itu, versi Syafi'iyah, mencukur atau menggunting rambut, termasuk "rukun", risiko konsekuensinya, tanpa melakukan hal tersebut, haji atau umrah seseorang dianggap "tidak sah".
Rambut, adakalanya disebut "mahkota", yakni simbol keindahan, kebanggaan, bahkan sekaligus kemegahan. Kadang demi rambut, agar kelihatan modis dan trendy materi seberapapun dipertaruhkan dan digelontorkan ( terutama oleh komunitas hedonis kaum hawa).
Namun konsekuensi yang mesti dilakukan, hanya demi mengikuti titah Agama, pasca selesai melaksanakan rangkaian manasik haji dan umrah, rambut itu harus dicukur atau digunting. Simbolisasi pesan yang diusung olehnya, bahwa urat nadi kebanggaan dan kemegahan itu, harus dipotong dan dipangkas. Jangan dibiarkan menjuntai, hingga arogansi dan superiornya tampak.
وهذا النُّسُكُ مختصّ بالرأس، فلا يُجزئ عنه حلق أو تقصير في سائر الجسد.
"Rambut di luar kepala, yakni yang tubuh di bagian fisik pada umumnya, tidak usah dicukur atau digunting. Yang dituntut oleh ketentuan ibadah ( haji atau umrah) spesial yang tumbuh di kepala".
Kepala adalah basis ide, gagasan dan rancang bangun pikiran. Kemestian mencukur atau menggunting rambut dalam rangkaian manasik haji dan umrah, konteks pesan simbolisasinya, adalah supaya ruang batok kepala kita bersih dan terbebas dari ide, gagasan dan pikiran-pikiran yang nyeleneh, kotor dan liar. Hadirkan mereka dalam kemasan fitri yang visioner, konstruktif serta produktif.
"Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan "mencukur rambut kepala dan mengguntingnya", sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat", ( al- Fath : 76 ).
Pak Rektor mohon do'akan kami di sana !
Wallahu A'lam bi al-Shawab !
By-Drs. H. Saepullah S, M.Ag
0 comments:
Posting Komentar