8 MEI 2O24 : SELAMAT HARI PALANG MERAH INTERNASIONAL ( Belajar dari Dedikasi Kemanusiaan Jean-Henry Dunant).
Letak subtansi "hidayah" yang Allah berikan kepada manusia, yakni saat dimana ia yang semestinya teguh terhadap pilihan semula ( yang padahal secara duniawi-material-lebih menguntungkan bagi dirinya), ternyata memilih bergeser ke arah lain yang dinilainya lebih mulia dan bermanfaat ( walau secara duniawi-material-tidak menguntungkan), tidak hanya untuk dirinya, melainkan juga untuk orang lain pada umumnya. Sampai di sini sangat jelas, bahwa siapapun orangnya, yang ketika sudah diberi hidayah ( petunjuk : pilihan yang tepat), maka ia tidak akan" sesat ( فلا مضل له ). Manusia yang dimaksud, lepas dari bingkai struktur identitasnya, apakah ia muslim, atau non muslim. Yang dikejar dan dipantik di sini, adalah nilai subtansi kemanusiaannya sebagai basis fitrah sebuah kebenaran.
Dari alur pemikiran di atas, kita konekkan pada sosok seorang Jean-Henry Dunant, lahir di Jenewa, Swiss ( 8 Mei 1828 – 30 Oktober 1910). Pasalnya, karena ia memiliki dimensi kaitan titik singgung yang akrab dengan pengalaman pribadinya ( Dunant).
Siapakah Jean-Henry Dunant itu? Boleh dikata, ia seorang pengusaha yang sukses pada zamannya. Di usianya yang relatif masih muda (26 tahun ), ia sudah menjadi wakil dari "Compagnie genevoise des colonies de Setif" di Afrika Utara dan Sisilia, dan juga pernah menjabat sebagai Presiden Perusahaan Keuangan dan Industri Mons-Gemila Mills di Aljazair.
Namun kesuksesan pada bidang usaha, bukanlah sebuah tujuan, hanya sebatas sasaran antara, yang suatu waktu nanti bisa saja ia ditinggalkan. Ternyata benar, akhirnya Dunant lebih memilih untuk menjadi seorang aktivis sosial, ketimbang berprofesi sebagai pengusaha. Di samping atas dasar dorongan pribadi, juga tidak lepas dari aliran darah kedua orang tua yang menetes pada dirinya. Sang ayah aktif membantu yatim piatu, sementara ibunya kerap membantu orang sakit dan kaum miskin.
Titik kejut yang menyadarkan dirinya, yakni ketika ia melakukan safari untuk urusan bisnisnya tahun 1859. Ketika sampai di kota Solferino, Italia Utara, ia dikagetkan dengan pemandangan yang sungguh mengerikan. Pasalnya, banyak tentara korban perang mengalami penderitaan yang tidak tertolong (kala itu, Italia dan Perancis sedang berperang dengan Austria). Lalu, ia mengajak penduduk setempat untuk memberikan pertolongan kepada mereka ( para tentara).
Ayathrohaedi, dkk ( 1994), dalam buku "Kumpulan Bulet Hari Bersejarah I" , mengungkapkan, bahwa ia ( Henry Dunant ) memiliki "jiwa kepalangmerahan", yakni sebuah ekspresi sikap mengutuk perilaku kebengisan terhadap sesama manusia dan menjunjung tinggi rasa kemanusiaan. Terlukis indah dan sungguh menyentuh hati, ketika ia mengatakan, "Kita semua saudara, dan semua penderitaan wajib mendapat perawatan yang sama, dengan tanpa membedakan kawan ataupun lawan".
Semua pengalaman pribadi dalam kiprahnya membantu sesama yang dilanda bencana kemanusiaan, olehnya diabadikan dalam sebuah buku yang diberi judul "A Memory of Solferino" (Kenangan Solferino). Buku tersebut, telah menginspirasi terbentuknya ICRC (International Committee Of The Red Cross ), yakni Komite Palang Merah Internasional ( 1863). Konvensi Jenewa 1864, dan atas dasar gagasan-gagasan konstruktifnya pada bidang kemanusiaan, tahun 1901 ia ( Hendry Dunant) mendapat penghargaan "Nobel Perdamaian".
Di luar perspektif Hendry Dunant, bicara ihwal manusia, berikut nilai kemanusiaannya, sesungguhnya mendapat porsi yang sangat terhormat dan istimewa di mata ajaran Islam. Allah, menyatakan, "Kami sungguh telah memuliakan Bani Adam-manusia-", ( al-Isra' : 70) . Selanjutnya, nyawa yang diberikan oleh-Nya kepadanya (manusia), sungguh terlalu mahal harganya. Sehingga ditegaskan, bahwa membunuh satu orang, hakikatnya adalah membunuh manusia secara keseluruhan ( al-Maidah : 32).
Terlepas, siapa ia dengan segala atribut dan identitasnya, sekali lagi, yang jelas dan pasti, bahwa Hendry Dunant adalah tipologi sosok yang sangat peduli atas manusia berikut martabat kemanusiaannya. Oleh karena itu, sebagai wujud penghargaan serta penghormatan atas segala jasa-jasanya, maka amat sangat logis, pas dan tepat, andai kelahirannya tanggal 8 Mei, dijadikan sebagai HARI PALANG MERAH INTERNASIONAL ( International Committee of the Red Cross alias ICRC ). Andai ia masih hidup, bisa jadi ia akan "all out" berjuang untuk bangsa Palestina yang mengalami bencana kemanusiaan yang sungguh hebat di dunia akibat ulah kedzaliman Zionis Israel ( عليهم لعنة الله والناس اجمعين). Sayang, karena dominasi "Lobi Yahudi", Palang Merah Internasional, perannya untuk Palestina kurang greget ( kalau tidak dikatakan, pasif sama sekali).
Pamungkas
Ada satu catatan spesial yang sungguh menggores sutra hati kita, hingga alirkan darah nelangsa. Hendry Dunant, sebagai orang besar yang sarat dengan segala jasa-jasanya, hingga mendapat "Nobel Perdamaian", ternyata di akhir hayatnya ia lebih memilih hidup " di Panti Jompo".
Ketika meninggal dunia, sesuai dengan permintaanya, ia dikuburkan tanpa upacara di Kompleks Pemakaman Sihlfeld di Zurich, Swiss. Ia menulis pesan dalam surat wasiatnya, bahwa sejumlah uang yang ia donasikan, hendaknya digunakan untuk membeli "Ranjang Gratis " bagi penghuni Panti Jompo tersebut ( di Heiden, Swiss ). Sungguh luar biasa. Tuhan, Maha Tahu ketulusan hatimu ! Semoga menginspirasi serta mencerahkan kita !
Wallahu A'lam bi al-Shawab.
By-Drs. H. Saepullah S, M.Ag
0 comments:
Posting Komentar