"A conservative is a man with two perfectly good legs, who, however, has never learned to walk forward", ( Franklin D. Roosevelt).
"Yang disebut konservatif adalah seorang yang memiliki dua kaki bagus (sempurna), namun tidak pernah belajar bagaimana berjalan ke depan-maju-", (Franklin D. Roosevelt).
Bicara konservatif, keakraban tautan koneks serta konteksnya merapat pada mentalitas sosok politisi ( pemimpin). Hingga dikatakan kepadanya "politisi ( pemimpin ) konservatif". Konservatif arti dekatnya, "kolot", yakni juntrung prilaku manusia yang cenderung mempertahankan kebiasaan dan keadaan tertentu tanpa mempedulikan perubahan di sekitarnya.
Selanjutnya, makna dua kaki sempurna (two perfectly good legs) andai dilacak dari sisi gaya bahasa ( sastra) adalah sebuah metaforis yang menukik pada pemaknaan dari simbolisasi kekuatan kenerja atau berjuang untuk menggapai nuktah tuju yang diharapkan.
Maka ketika seseorang disemati gelar "politisi konservatif", ia sesungguhnya memiliki ide, gagasan dan pemikiran yang cukup cemerlang. Hanya saja masih kental, "keukeuh", serta setia mempertahankan Status Quo dan menutup mata terhadap geliat iklim perubahan, yang tertonton nyata di depan matanya.
Singkatnya, hanya berjalan di tempat. Sedang jalan ke depan yang lebih progresivitas untuk kepentingan universal ( bangsa dan negara) nyaris stagnan. Padahal watak yang diusung "politik" adalah dinamis, yakni ia hadir sebagai kebutuhan untuk menyiasati arah perubahan tertentu . Untuk itu, dalam konteks Siyasah Syar'iyyah, politik didefinisikan oleh Ibn Aqil :
السِّيَاسَةُ مَا كَانَ فِعْلًا يَكُونُ مَعَهُ النَّاسُ أَقْرَبَ إلَى. الصَّلَاحِ، وَأَبْعَدَ عَنْ الْفَسَادِ، وَإِنْ لَمْ يَضَعْهُ الرَّسُولُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، وَلَا نَزَلَ بِهِ وَحْيٌ، . .
"Politik itu adalah sebuah tindakan (nyata) untuk lebih mendekatkan rakyat pada kemaslahatan dan menjauhkan mereka dari kemafsadatan. Walaupun tidak diletakkan oleh Rasul saw. dan tidak pula direkomendasikan oleh wahyu".
Tegasnya, politik itu adalah operasionalisasi strategi secara holistik, murni hasil Ijtihad yang dilakukan para pemangku kewenangan guna membangun negara serta bangsa ( rakyat) supaya mereka maslahat, sejahtera, serta terhindar dari mafsadat dan madarat.
Di situ letak sesungguhnya dari makna politik versi Siyasiyah Syar'iyyah. Namun yang terjadi sekarang,- sebagaimana ungkapan Franklin D. Roosevelt di atas-, yang banyak berkeliaran adalah para politisi (pemimpin) konservatif, yang tidak mau membaca arah perubahan, guna melangkah lebih jauh ke depan demi kemajuan bangsa dan negara. Yang terbukti, malah justru mementingkan diri dan keluarga (politik dinasti-oligarki- nepotisme-). Realitas yang tersaksi seperti ini, mesti "rungkad" dari padang savana demokrasi yang sedang tumbuh di negara kita. Jika tidak, bisa menjadi preseden buruk ke depan . Camkan !
أن الاعراب هو تغيير اواخر الكلام لاختلاف العوامل الداخلة عليها لفظا أو تقديرا.
والله أعلم بالصواب.
By-Drs. H. Saepullah S, M.Ag
0 comments:
Posting Komentar