اعلم أن التصريف فى اللغة التغيير ، وفى الصناعة تحويل الأصل الواحد إلى أمثلة مختلفة لمعان مقصودة لا تحصل إلا بها. .
"Ketahuilah, bahwa arti tashrif ( sharaf ) versi leksikal adalah setiap "perubahan". Sementara versi gramatikal adalah memindahkan asal yang satu ke dalam berbagai contoh yang berbeda, guna mengetahui arti yang dimaksud; mengingat hanya dengan cara itulah, ia bisa didapat".
"Perubahan", dengan struktur kepungan apapun wujudnya, tetap mesti terjadi. Mengingat ia adalah peristiwa dialektis yang natural adanya. Jangan melintas ke tapal batas lebih jauh, ke pinggiran paling dekat saja, misalnya dalam pencarian variasi asal makna kata. Umpamanya, dari asal kata ( الأصل الواحد ) "pertolongan atau menolong", bisa berubah dan bergeser menjadi "telah atau sedang dan akan menolong, "yang menolong", "yang ditolong", "tolonglah", "jangan menolong" dan seterusnya. Adanya "perubahan" yang variatif tersebut, inti tuju paling ekstrimnya adalah untuk mendeteksi juntrung makna yang sebenarnya, ( لمعان مقصودة ).
Dalam konteks dinamika iklim sosiologis dan antropologis yang menjadi ajang pergulatan hewan berfikir ( manusia), maka ketika ia ingin menyasar dan mengejar target ambisi serta obsesinya, mau, sadar, terpaksa atau tidak, ia mesti melakukan perubahan serta pergeseran dari satu titik atau arah ke titik dan arah yang lain. Hanya dengan instrumen model inilah, sebuah ikhtiar bisa diwujudkan, ( maka tidak aneh andai dalam drama dagelan politik ada adagium "kutu loncat" dari satu partai ke partai lain).
Andai diseret ke area konteks musim politik dan perpolitikan seperti yang tengah menggeliat hangat di negara kita, di situlah letak basis epistemologi yang sesungguhnya, yakni bagaimana Ilmu Sharaf mengajarkan kepada kita tentang "kaifiyat berdemokrasi" melalui proses menentukan arah perubahan dan pergeseran Estafeta pemimpin serta kepemimpinan ( Capres dan Cawapres ) dalam siklus kurun waktu lima tahunan, ( تحويل الأصل الواحد ).
Memilih dan menentukan seorang pemimpin (Capres dan Cawapres) yang benar-benar memiliki "malakah" (aura) kepemimpinan yang qualified, bukanlah perkara sederhana, melainkan sebuah kutub persoalan yang sungguh prinsip, krusial dan mendasar. Mengingat, letak muara berbagai medan tujunya, berakhir di situ-di tangan mereka, ( لمعان مقصودة ). Praktisnya, maju atau mundur, statis atau dinamis dan bahkan hidup atau mati suatu negara sangat bergantung kepada daya dan upaya pemimpin ( presiden/wakil presiden).
Oleh karena itu, kita benar-benar dituntut untuk bersikap selektif. Salah satu media tolok ukur paling tepat, serta elegan, para Capres atau Cawapres tersebut, harus ditest dan diuji kelaikan mereka ( pit and proper test) dari berbagai dimensi ( إلى أمثلة مختلفة ). Di antaranya, yang paling pokok dan mendasar, sesuai petunjuk dan arahan Rasul saw., pertama harus memiliki tingkat amanah yang kuat dan kedua harus teguh serta konsisten dalam memegang janji. Jika dua syarat tersebut tidak terpenuhi, : tingkat amanahnya rendah ( خفت أماناتهم ) dan janjinya mencla mencle ( مرجت عهودهم), ya, sudah jangan dipilih ( HR. al-Bukhari dari Amr Ibn al-'Ash).
Hanya saja bagi yang awam spesial model penulis, untuk menentukan seseorang ( Capres atau Cawapres) apakah tingkat amanah dan janji mereka benar-benar kuat, teguh dan teruji, sangatlah sulit. Namun sebatas menggunakan jurus ijtihadi sesuai klaim daya kemampuan dan kesanggupan, mungkin bisa, karena memang hanya di situ letak pertaruhan penulis . Selebihnya, pasti bercoletah kepada pemilik profesionalitas dan proporsionalitas ( siapa lagi kalau bukan pakar "Tafsir Holistik", Dr. Abdi Rosa ) :
فاسالوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون .
Atas dasar tujuan utama (لمعان مقصودة ), di satu pihak dan atas dasar pit and proper test ( أمثلة مختلفة )-walau sebatas kalkulasi ijtihadi- di pihak lain, maka penulis tetap harus memilih yang "benar", bukan " yang tidak salah". Sebab, setiap "benar", pasti "tidak salah", tapi setiap yang "tidak salah", belum tentu "benar". Anis/Muhaimin, Prabowo /Gibran dan Ganjar/Mahfud semuanya adalah "tidak salah", kendati belum tentu "benar". Namun demikian, di antara mereka versi ijtihad penulis pasti ada yang "benar". Maka, itulah pilihan saya :
إذا اجتهد فأصاب فله اجران فاذا اجتهد فاخطأ فله أجر واحد. .
"Ketika seseorang melakukan ijtihad dan ijtihadnya dinyatakan tepat, maka ia mendapat dua pahala. Dan ketika dinyatakan tidak tepat ( melenceng ), ia tetap juga mendapat pahala, walau nominalnya hanya satu."
Untuk itu, supaya tetap mendapat pahala, mari kita melakukan "Ijtihad Politik" : Apakah mau berafiliasi ke "Koalisi Perubahan" ( Sharaf ), atau "Indonesia Maju" dan atau ke yang satunya lagi? Terserah ! :
والله يفعل ما يريد ، ونحن نعمل ما نريد وما الله يريد ظلما للعبيد .
والله أعلم بالصواب.
By-Drs. H. Saepullah S, M.Ag
0 comments:
Posting Komentar