Kaitannya dengan fenomena duniawi dan ukhrawi, Syeikh Ibn Athoillah al-Sakandari menyuguhkan teori al-Asbab dan al-Tajrid. Teori pertama (al-Asbab), yakni masih adanya keterikatan atau kebutuhan manusia terhadap urusan duniawi. Sementara yang kedua ( al-Tajrid) adalah sebaliknya, yakni urusan atau hal-hal yang berbau duniawi sudah tidak lagi mendapat tempat di hatinya.
Akan halnya peran dan posisi Allah terhadap dua persoalan di atas ( al-Asbab dan al-Tajrid), berada pada kapasitas "wait and see". Maknanya, Dia memberi ruang kepada seseorang untuk ber-Tajrid, manakala situasi dan kondisinya sudah memungkinkan. Dan sebaliknya, Dia menutupnya, ketika belum memungkinkan.
Namun dasar watak dan karakter manusia yang kadang bergeser dan berpaling dari garis yang semestinya. Ketika dia dinyatakan oleh Allah sudah waktunya untuk eksis di ruang Tajrid, malah justru memilih sibuk dan bergelut di area Asbab . Sebaliknya, ketik dia dinyatakan oleh-Nya masih perlu eksis di ruang Asbab, malah memilih berada di ruang Tajrid. Yang akhirnya, target capaian yang hakiki, jadi terbengkalai. Singkat hasil perjuangannya menjadi "nonsense".
Faktual model kasusnya. Sebutlah dia Mr. Arisin. Dia berkeluarga besar, disamping juga punya lembaga pendidikan yang walau masih tarap kecil-kecilan. Tentu tidak dipungkiri, bahwa dia masih membutuhkan topangan duniawi untuk menjawab kebutuhannya. Dalam realita seperti ini, dia masih ditolelir, bahkan dimestikan bergelut lebih serius di area "al-Asbab". Namun yang terjadi, justru sebaliknya. Dia bersalin rupa dan berganti paradigma. Kini dia berjenggot, bercelana cingkrang dan berbaju gamis. Kemana dan dimana pun dia berada, berpenampilan konsisten seperti itu. Sementara keluarga dan lembaga pendidikan ditinggalkan. Dia menetap dan berpindah dari satu masjid ke masjid lain. Rutinitas kerja utamanya, hanya dzikir, ibadah dan ibadah. Bisa jadi versi dia itu adalah sebuah model trendy sufistik yang antik dan sempurna, kerena telah berhasil eksis di ruang Tajrid ( melepaskan diri dari ikatan duniawi yang fana demi ukhrawi yang baqa-kekal abadi-).
Lain halnya dengan Mr. Koko Robet. Dia kini telah pensiun, berkeluarga kecil dan memiliki harta yang cukup banyak. Singkatnya, ihwal urusan duniawi semestinya sudah dinyatakan " let by gone be by gone". Namun apa yang terjadi? Yang semestinya eksis di area Tajrid, hanya fokus bergumul dengan kedalaman cinta Tuhan. Justru malah semakin menjadi dan gila, terus berpacu di ruang "Asbab". Cinta terhadap duniawi, malah semakin dalam dan kental. Yahsabu Anna Maalahu Akhladah. Dia punya asumsi, bahwa duniawi bisa mengabadikan dirinya hidup di dunia.
Pilihan sikap yang mereka ( Mr. Arisin dan Mr. Coco Robet) bangun dan mereka gariskan, sesungguhnya keliru. Karena telah bergeser dari aturan main prosedur yang semestinya. Apa kata Syeikh Ibn Athoillah al-Sakandari? :
ارادتك التجريد مع اقامة الله اياك في الاسباب من الشهوة الخفية وارادتك الاسباب مع اقامة الله اياك في التجريد انحطاط عن الهمة العلية.
"Anda berkehendak di area Tajrid padahal Allah menilai, bahwa Anda masih pantas berada di area Asbab, itu adalah syahwat terselubung. Dan Anda berkehendak di area Asbab, padahal Allah menilai, bahwa Anda sudah pantas berada di area Tajrid, itu adalah penebangan atas semangat yang tinggi".
Tegasnya, ber-Tajrid ria, belum waktunya sesungguhnya adalah bentuk lain dari sebuah ambisi nafsu yang terselubung. Sementara ber-asbab ria padahal sudah bukan lagi maqamnya adalah bentuk lain dari sebuah kemunduran/pengingkaran terhadap realitas hakikat yang sesungguhnya.
والله أعلم بالصواب.
By-Drs. H. Saepullah S, M.Ag
0 comments:
Posting Komentar