Terminologi yang satu ini kadung populer nyaris di semua lapisan : dari mulai kelas ecek-ecek hingga kelas elite. Debat, makna praktisnya tidak lain adalah adu jotos argumen, nalar, logika dan jurus-jurus dialektis, yang dilakukan oleh dua personal atau lebih. Adapun titik tekan yang digagas dan dikonstruksi olehnya (debat) bermuara pada satu torehan kata yakni kemenangan konsep ( argumen/dalil) yang dibangun dan mematahkan bantahan yang diusung pihak lawan.
Sampai di sini, ketangguhan mental dan kecerdasan serta kelihaian memainkan peran logika, fakta dan data sangat menentukan. Sementara, bagi yang tidak memiliki realita sebaliknya, akan balepotan, gagap, gugup dan keteteran. Bahkan bisa berakhir dengan kekonyolan dan pelampiasan emosional.
Menyaksikan debat capres malam kemarin, ( 7 Januari 2024 ) saya menilai cukup hidup dan hangat dibanding debat capres sebelumnya. Tingkat eskalasi emosionalnya lebih dinamis. Terlebih ia terbangun kental pada sosok capres nomor 2 ( dua). Semua orang pasti menduga, bahkan sekaligus berkeyakinan, bahwa dia akan menguasai panggung debat tersebut. Mengingat tema yang disuguhkan tentang "Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional dan Geopolitik", sesungguhnya adalah menu makanan dia sendiri yang nyaris dilahap secara rutinitatas, karena kapasitasnya sebagai Menhan.
Bisa jadi karena over percaya diri dan sok menguasai materi, akhirnya gegabah menyimpan kartu sakti andalannya . Sehingga ketika diserang oleh dua calon lain ( nomor satu dan tiga), tampak balepotan. Hanya ditangkal oleh jurus normatif yang tidak gereget. Selebihnya mengandalkan jurus apologetik dan rudal emosional yang diarahkan pada sasaran personal.
Namun apapun yang terjadi, perlu kita apresiasi, bahwa ini adalah bagian integral dari progresivitas dan dinamika iklim demokrasi ala dan versi Indonesia serta keindonesiaan. Mengingat, jujur saja, ia baru tahap melangkah menuju kedewasaan yang lebih tamyiz.
Apakah hasil debat tersebut akan menggoyah akidah pilihan hati yang semula kokoh terhujam di hati, kemudian beralih orientasi dan pilihan ke nomor lain, karena ada warna dan pengaruh baru dari kecerdasan dan kepiawain logika visioner yang terbaca kontras dari mereka?
Bisa jadi, atau tidak sama sekali. Mengingat penghobi persaksian Debat terbetas pada kalangan tertentu. Boleh nyata, bahwa mayoritas masyarakat malah justru a priori : apalah nilai untungnya dari nonton debat? Wong akidah keyakinan sudah terpatri di hati-tidak akan pernah pudar disadur hiruk pikuk debat- itu kan hanya sebatas dagelan dialektika belaka. Namun tentu bagi spesial komunitas yang cinta logika dan penasaran atas integritas calon, hasil debat bisa mempengaruhi wilayah otoritas kecenderungannya : bisa berubah pilihan atau lebih mengukuhkan.
Bagi kita sebagai representasi dari Hayawaanun Naatiq di satu pihak dan komunitas Ulul Al-Bab di pihak lain, menjatuhkan pilihan, tentu atas dasar kecerdasan akal pikiran dan arahan doktrin agama. Sebab dalam konteks Siyasiyah Syar'iyyah memilih dan mengangkat pemimpin ( نصب الامام ) adalah basis integral dari doktrin Islam, bukan sekedar pilihan dan penyaluran arus demokrasi konvensional belaka. Simak pernyataan berikut ini :
قال شيخ الإسلام ابن تيمية في كتاب الحسبة: ولاية أمر الناس من أعظم واجبات الدين، بل لا قيام للدين إلا بها؛ فإن بني آدم لا تتم مصلحتهم إلا بالاجتماع، ولا بد لهم عند الاجتماع من رأس. اهـ. .
Syeikh Ibn Taimiyah berkata dalam bukunya " al-Hisbah", "Kekuasaan yang berkait dengan urusan masyarakat (bangsa), termasuk bagian paling fundamental dari kewajiban agama . Bisa jadi, agama tidak akan tegak, tanpa adanya kekuasaan. Dan kemaslahatan umat manusia tidak sempurna, kecuali dengan adanya integrasi. Dan integrasi tersebut bisa terwujud, ketika ada seorang pemimpin. "
والله أعلم بالصواب واليه ترجع الأمور.
By-Drs. H. Saepullah S, M.Ag
0 comments:
Posting Komentar