Merawat Akal Sehat
“Pena catatan amal diangkat dari tiga orang: dari anak kecil sampai dia baligh, dari orang gila sampai ia waras, dari orang yang tidur sampai ia bangun.” (HR. Abu Daud)
Fungsi akal dalam agama Islam sangat penting. Sehingga sehat serta berfungsinya akal seseorang menjadi syarat seseorang mendapatkan beban syariat atau taklif. Oleh karenanya di dalam hadits di atas orang yang jiwanya terganggu berat karena gila, anak kecil yang akalnya belum berfungsi sempurna, dan orang yang akalnya sedang mode tidak aktif seperti saat tidur, tidak berlaku taklif sampai akalnya berfungsi secara sempurna.
Betapa penting kedudukan akal dalam Islam sehingga Alquran sebagai wahyu dari sisi Allah ditujukan kepada orang-orang yang berakal atau yang menggunakan akalnya (QS. 38: 43). Jika akalnya tidak waras seperti orang gila atau tidak berfungsi secara sempurna seperti anak-anak atau akalnya dalam mode tidak aktif seperti orang yang sedang tidur maka tidak dibebani kewajiban syariat.
Walaupun kedudukan akal sangat penting dalam hubungannya dengan ajaran Islam dan tentunya juga penting dalam hubungannya dengan kehidupan manusia secara umum. Tetapi masih banyak yang tidak menjaga kesehatan akal dengan baik walaupun akalnya masih berfungsi normal.
Akal yang benar-benar sehat itu yang bisa mengenali dan mengimani wujud Allah, mengetahui dan memegangi kebenaran, serta menciptakan kedamaian dan kemakmuran di bumi. Tetapi karena sebab tertentu akal malah menentang dan mengingkari kebenaran serta mendukung dan membela kebatilan yang menandakan akal tidak dalam keadaan sehat. Ketidak sehatan akal ini disebabkan banyak faktor, diantaranya:
Pertama, Tidak dilatih untuk mengenali dan mengetahui kebenaran tetapi dilatih untuk membela paham, kelompok, tokoh, pemimpin dan sebagainya. Akibatnya, akal tidak berfungsi secara baik. Fungsi akal disetting dan diformat untuk membela mati-matian paham, kelompok, atau tokoh pujaannya tanpa memperhatikan benar dan salahnya. Akal akhirnya menjadi berkurang kesehatannya.
Ketidak sehatan akal jenis ini terjadi saat pelatihan dan pengkaderan baik di tingkat sekolah atau tingkat Perguruan Tinggi. Saat pelatihan dan pengkaderan siswa dan mahasiswa akalnya disetting dan diformat sesuai penyelenggara. Jika penyelenggaranya berafiliasi ke Parpol, OKP, Ormas atau Ormawa, maka pesertanya akan dibuat menjadi pembela setia semua itu, salah atau benar.
Maka lahirlah pribadi yang fanatik buta. Salah atau benar dibela. Bangsa apalagi agama diletakkan dibelakang Parpol, OKP, Ormas, Ormawa dan tokohnya. Kalau bicara di internal mode narasinya tentang sektarian, primordialisme, egoisme kelompok dan pribadi, serta kekuasaan. Tetapi saat bicara di ekternal mode bicaranya tentang nasionalisme, patriotisme, Pancasila dan NKRI. Nyata sekali akalnya tidak sehat sehingga menipu diri sendiri, bangsa bahkan Allah dengan narasi keagamaan dan kebangsaan.
Kedua, Akal tumbuh di dalam lingkungan yang berlaku di dalamnya budaya yang buruk seperti malas, tidak jujur, tidak tanggung jawab, dan sebagainya. Budaya buruk seperti ini membuat fungsi akal tidak maksimal bahkan tidak sehat. Akal tidak didorong dan dipaksa untuk berfungsi dengan baik. Akal tidak dilatih menghasilkan pemikiran yang berbobot. Akal tidak dipacu kreatif dalam menghadapi dan mengatasi tantangan dan rintangan. Akal tidak didorong menghasilkan solusi yang brilian.
Akhirnya lahir sikap untuk apa berpikir keras dan mendalam. Untuk apa berjuang serius sampai memeras tenaga dan pikiran. Untuk apa lelah-lelah menguras biaya dan pikiran. Kalau pada akhirnya hasilnya sama dengan yang menempuh jalan yang tidak jujur dan tidak bertanggung jawab. Kalau yang rajin dan yang malas sama-sama lulus dengan nilai yang sama dengan waktu kelulusan yang sama bahkan lebih cepat. Budaya yang begini membuat akal kehilangan kesehatannya.
Ketiga, Akal tidak dilatih bertukar pikiran dan gagasan dengan kelompok yang berbeda. Akal hanya dipaksa untuk menerima pikiran yang sama dari orang-orang yang sama dan dari kelompok yang sama. Akibatnya akal hanya mendapatkan masukan dari orang dan kelompok yang sama. Wawasannya sempit tidak luas dan komprehensif. Akalnya seperti katak dalam tempurung. Merasa paling nyaring suaranya padahal di luar ada hewan lain yang lebih nyaring suaranya. Akalnya menjadi tidak sehat.
Merasa diri yang paling benar, paling baik, paling tahu segala hal, paling suci, paling canggih argumentasi dan logikanya. Padahal walaupun lebih unggul dari yang lain yang ada di kelompoknya, itu karena yang dihadapinya orang-orang yang sama pandangan dan idiologinya. Padahal kalau diskusinya dengan banyak kelompok dengan latar belakang pandangan dan idiologi yang berbeda bisa jadi hanya seperti setetes air di antara sebelanga air.
Keempat, Akal tercemar oleh sikap dan pandangan pragmatisme. Secerdas apa pun akal, jika sudah terjangkit virus pragmatisme maka akan menjadi tidak sehat. Akal hanya akan digunakan untuk membela apa yang dinilainya memberikan manfaat dan keuntungan bagi dirinya. Akal menjadi layu di saat waktunya berkembang.
Tidak perduli benar atau salah kalau itu menguntungkan akan dibela habis-habisan dengan mengerahkan semua kemampuan pikirannya tapi tidak sampai mati-matian. Orang yang pragmatis paling takut dengan kematian. Kematian itu hal yang paling menyeramkan dalam hidupnya. Kematian dinilai hal paling tidak bermanfaat dan menguntungkan untuk kehidupan di dunia.
Sikap pragmatisme membuat akal menjadi kehilangan kesehatannya, sehingga tidak dapat memisahkan yang benar dan yang salah walaupun bisa membedakan keduanya. Kebenaran dan kesalahan bisa dipertukarkan sesuai kepentingan. Bahkan karena pragmatisme kecerdasan mengabdi kepada kebodohan. Akal menjadi hilang kesehatannya.
Kelima, Akal diselimuti maksiat dan dosa. Ketika akal diselimuti maksiat dan dosa akal tersandera sehingga kemampuan akal menjadi menurun. Maksiat dan dosa membuat akal kehilangan daya kritisnya bahkan bisa menjadikan akal dikendalikan oleh pikiran dan kemauan orang lain yang memegang kartu trufnya. Akal tidak lagi memiliki kebebasan untuk memilih kebenaran serta menyuarakannya. Akhirnya akal menjadi tidak sehat.
Semakin banyak maksiat dan dosa yang dilakukan semakin lemah daya akal. Semakin lemah daya akal semakin mudah tersandera. Yang mengatur akal bukan kesadaran diri dan kesehatan akal tetapi rasa takut atas tekanan pihak lain yang sewaktu-waktu bisa menimpakan keburukan kepadanya. Bisa merebut kesenangan dan kenikmatan yang sedang dinikmatinya. Bisa menjatuhkan kemuliaan dan kehormatan yang sedang dinikmatinya. Akal akhirnya menjadi tidak sehat.
Keenam, Akal dikuasai oleh perasaan benci dan dengki. Ketika akal dikuasai benci dan dengki membuat akal dikendalikan oleh kemarahan, sehingga fungsi berfikir akal menjadi lemah dan terganggu untuk menilai benar dan salah serta baik dan buruk. Akibatnya akal menjadi tidak sehat kondisinya. Baginya berlaku pepatah, musuh dari musuhku adalah temanku. Menyebar kebohongan, menebar fitnah dan mengadu domba jadi kegemaran.
Karena benci dan dengki, musuh dijadikan kawan dan kawan jadikan musuh. Saudara dijadikan musuh, musuh dijadikan saudara. Siapapun boleh mendapatkan nikmat, kemuliaan dan kejayaan asalkan bukan orang yang dibenci dan didengkinya. Akal menjadi tidak sehat sehingga tidak lagi melihat kebenaran. Ajaran agama dan nilai akhlak tidak diperhatikan. Yang penting kebencian dan kedengkiannya bisa dipuaskan. Bukan hanya merusak akal, tetapi juga merusak aqidah, agama, amal shaleh.
Akal yang sehat itu anugerah terbesar yang Allah berikan kepada manusia. Dengan anugerah ini manusia menjadi makhluk yang sangat istimewa dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dimuliakan dan dilebihkan dengan kelebihan yang sempurna dari makhluk lainnya. Allah berfirman, artinya:
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Israa’ : 70).
Seharusnya anugerah ini dijaga agar tetap dalam kesehatannya. Agar berfungsi dan berperan sesuai dengan tujuan dari Allah yang menganugerahkannya. Yakni untuk mengenal Allah, mengenal kebenaran serta mendukungnya, dan menghadirkan keselamatan dan kedamaian bagi semesta alam. Jika akal dipergunakan sebaliknya, maka manusia sama dengan hewan ternak bahkan lebih hina dan sesat lagi. Allah berfirman, artinya:
"Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah." (QS. 7: 179) Wallaahu A'lam.
By - Dr. Muhamad Afif, M.A
0 comments:
Posting Komentar