ACARA MUNGGAHAN MENJELANG BULAN SUCI RAMADHAN ( Tradisi Kearifan Lokal Pada Masyarakat Sunda)
Seorang filsuf logika modern dan sekaligus pembawa wawasan baru yang memicu lahirnya perkembangan revolusioner dalam ilmu logika, Friedrich Ludwig Gottlob Frege ( 1848-1925 ), mengatakan, bahwa "kebenaran itu sangat fundamental (dasar, esensial) sehingga tidak bisa didefinisikan".
Andai kebenaran tidak bisa didefinisikan, sedang definisi merupakan titik awal untuk membedah postur kebenaran, berarti kebenaran sama dengan tidak ada. Supaya ada dan harus diusahakan ada, maka saya mencoba mendefinisikan kebenaran adalah sesuatu yang versi kaidah kefitrian manusia ketika ia dieksekusi pada tataran riil di lapangan membawa nilai manfaat dan tidak berseberangan dengan realita yang ada.
Kebenaran yang dimaksud tentu bersifat filosofistik. Namun tetap dilegalisir adanya. Misalnya dalam diskursus pemikiran Hukum Islam dikenal terminologi " 'Uruf", yakni sebuah adat kebiasaan positif yang dilestarikan oleh masyarakat secara turun temurun.
Dalam konteks realita kaitannya dengan kedatangan bulan suci Ramadhan, pada masyarakat Sunda khususnya, kita mengenal tradisi " Munggahan ". Itu sudah berlangsung lama secara turun temurun. Berasal dari kata " unggah", yang berarti "naik", maka secara gramatikal absah untuk dimaknai, bahwa "Munggahan" adalah sebuah tradisi yang diadakan menjelang kedatangan bulan Ramadhan, dengan agenda acara khas ( antara lain ), makan bersama ( botraman/bancakan) antar keluarga dan sahabat, saling memaafkan, berkunjung ke keluarga yang lebih tua ( dipandang terhormat), ziarah ke kuburan keluarga dan lain sebagainya.
Semua itu di maksudkan, sebagai wujud ekspresi kegembiraan atas datangnya bulan suci Ramadhan, dan sekaligus pula sebagai ajang persiapan untuk meningkatkan prestasi diri menjadi insan yang bertaqwa ( Muttaqin), yang unggul, terhormat dan bermartabat, khususnya di mata Allah.
Bisa jadi, tradisi tersebut dasar filosofinya terinspirasi oleh teks berikut ini yang sudah akrab dengan telinga kaum muslim pada umumnya, yang biasa dibawakan oleh para da'i pada setiap acara pengajian menjelang bulan suci Ramadhan khususnya :
من فرح بدخول رمضان حرم الله جسده على النيران
"Barang siapa yang merasa gembira atas kedatangan bulan suci Ramadhan, maka Allah mengharamkan fisiknya masuk neraka".
Tidak perlu didebatkusirkan ihwal validitas teks tersebut, apa ia sahih, do''if atau maudhu' dan seterusnya. Hanya saja secara pulgar jangan dipastikan, bahwa ia meluncur dari lisan Rasul saw. Jadikan saja sebagai dasar pijakan filosofis, kaitannya dengan kearifan lokal. Karena secara universal Allah menyenangi segala kebaikan dan membenci segala kejahatan.
والله أعلم بالصواب
By-Drs. H. Saepullah S, M.Ag
0 comments:
Posting Komentar